Solusi Bila Bermasalah Dengan Developer
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat, sepanjang tahun 2009 sebanyak 55 pengaduan di bidang perumahan, dan itu belum termasuk konsumen yang merasa dirugikan tapi enggan atau malas melaporkan kasusnya ke pihak yang terkait untuk mendapatkan bantuan hukum. Adapun isi pengaduan tersebut beragam, mulai dari soal serah terima rumah yang tidak kunjung dilakukan pihak developer, spesifikasi bangunan, luas tanah, dokumen dan sertifikat, serta janji-janji yang tidak terpenuhi oleh developer tersebut untuk membantu mendapatkan persetujuan KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) dari bank. Seringkali konsumen yang ditolak pengajuan kreditnya merasa kecewa karena sudah dijanjikan pihak developer, bahkan untuk mendapatkan KPR tersebut konsumen sudah membayar booking fee.
Padahal dalam Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, sudah diatur secara lengkap mengenai hak-hak konsumen dan kewajiban produsen beserta berbagai sanksi hukum bila terjadi cidera janji atau wan prestasi. Dalam UU tersebut juga diatur apa yang boleh dan tidak boleh dicantumkan dalam brosur yang kerap ditawarkan kepada konsumen. Bahkan, UU tersebut mengakomodasi keterlibatan Organisasi Non-Pemerintah seperti YLKI dalam mengadvokasi hak-hak konsumen, karenanya seharusnya konsumen merasa aman untuk melaporkan apabila hak-haknya tidak dipenuhi oleh produsen, dalam hal ini developer perumahan.
Meskipun sudah terekspos berulang kali ulah nakal beberapa pengembang perumahan di berbagai media, termasuk media massa, namun kasus ini terus berulang. Bahkan, seiring dengan semakin moncernya bisnis properti di Indonesia dari tahun ke tahun, kasus cidera janji atau wan prestasi dalam properti justru semakin meningkat. Masyarakat yang memang sangat membutuhkan properti, terutama rumah hunian seringkali cepat terbuai janji manis pengembang yang memberi banyak kemudahan dan harga DP yang relatif murah untuk konsumen. Akibatnya, bukannya semakin menurun, kasus ini bahkan cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Lantas bagaimana cara mengatasinya atau setidaknya meminimalisir potensi wan prestasi yang dilakukan oleh pihak developer atau pengembang perumahan tersebut? Berikut solusi bila bermasalah dengan developer.
- Cermati dan teliti semua janji-janji yang telah disebutkan dalam brosur, termasuk spesifikasi bangunan dan akses menuju perumahan tersebut. Jika memungkinkan buat janji untuk mengunjungi lokasi perumahan tersebut untuk melihat dari dekat apakah semua yang tertera dalam brosur sesuai dengan kenyataan di lapangan.
- Ketika akan menyerahkan tanda jadi atau booking fee atau uang muka (Down Payment) baca dengan teliti klausul-klausul yang tertera dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) berikut syarat-syarat dan asumsi (term and condition)-nya agar jika terjadi wan prestasi Anda sudah tahu langkah apa yang harus diambil serta menghindarkan Anda dari potensi kerugian. PPJB adalah perjanjian antara calon pembeli dan calon penjual obyek tanah dan bangunan yang dibuat sebelum ditandatanganinya Akta Jual Beli (AJB). PPJB merupakan bentuk pengikatan awal antara calon pembeli dan calon penjual untuk menunjukkan keseriusan dalam bertransaksi. Bagi calon pembeli, PPJB bisa di pakai untuk melakukan beberapa pengecekan ke pihak yang terkait, misalnya Badan Pertanahan. Sedangkan bagi calon penjual, PPJB digunakan untuk mendapatkan tanda jadi atau booking fee dari konsumen, sehingga bisa memperlancar pembangunan rumah tersebut.
- Jika perlu minta dan tanyakan copy legalitas proyek, mulai dari izin lokasi atau Surat Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (SIPPT), sertifikat tanah di mana perumahan tersebut dibangun, master plan yang sudah disetujui pemerintah setempat, hingga Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Jika masih ragu, sebaiknya Anda konfirmasikan dokumen tersebut kepada pemerintah setempat.
Selain itu, ada satu hal juga penting diketahui bahwa tidak semua yang tercantum dalam brosur bisa masuk sebagai klausul dalam PPJB, karena biasanya dalam PPJB telah disertakan klausul yang menyebutkan bahwa brosur bukanlah perjanjian resmi, karena itulah calon pembeli harus lebih teliti dan benar-benar memahami isi PPJB sebelum menandatanganinya.
Jika konsumen merasa dirugikan atau timbul permasalahan dengan pihak developer, bisa mengadukannya ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang ada di tiap daerah baik kota maupun kabupaten. Selain itu, konsumen juga bisa mengadukan developer tersebut kepada Direktorat Perlindungan Konsumen, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), atau dinas perdagangan setempat. Namun pastikan Anda menyertakan dokumen untuk melengkapi pengaduan tersebut, biasanya dalam bentuk bukti tertulis dan foto yang memperkuat pengaduan tersebut.
Biasanya lembaga-lembaga tersebut akan menindaklanjuti pengaduan dengan melayangkan surat klarifikasi kepada developer. Bila pihak developer cepat tanggap dan memberikan jawaban sesuai dengan keluhan yang diajukan konsumen, maka persoalan akan selesai sampai disini. Tapi jika tidak akan diadakan mediasi antara kedua belah pihak agar dapat menyelesaikan permasalahannya dengan cara musyawarah mufakat. Untuk kedepannya, mungkin dibutuhkan sosialisasi kepada masyarakat hingga ke tingkat bawah agar semua peraturan yang terkait perlindungan konsumen diketahui dan dipahami oleh semua pihak. Di sisi yang lain, pemerintah harus terus-menerus membuat regulasi yang jelas agar masyarakat (dalam hal ini konsumen) terlindungi dari perilaku yang merugikan dari pihak produsen.
(Dirangkum dari berbagai sumber)