Semester 1 2015, Industri Properti Melambat

Industri Properti Melambat

Industri Properti Melambat

Berdasarkan hasil riset perusahaan properti Cushman and Wakefield Indonesia, industri property di Indonesia mengalami pelambatan pertumbuhan. Data riset itu berdasarkan wakt di Jabdoetabek yakni sejumlah suplai apartemen strata tittle yakni 185.181 unit, hanya mampu terserap sebesar 64,4% pada kuartal I tahun 2015. Terlihat jelas bahwa Industri Properti Melambat dalam pertumbuhanya.

Pihak Realestate Indonesia (REI) berargumen bahwa kelesuan pasar disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ialah kondisi makro nasional yang mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2015 yang hanya 4,71%, atau 0,5% lebih rendah dari periode sama tahun 2014. Selain faktor tersebut, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar juga menjadi ancaman industri property di Indonesia sehingga harga jual property kian naik.

Selain itu, sejumlah kebijakan pemerintah dinilai masih memberatkan pengembang propeti dan masyarakat sebagai konsumen. Pertama, suku bunga acuan BI yang masih tinggi di level 7,5% menyebabkan suku bunga untuk KPR dan KPA berpotensi di kisaran dua digit. Kedua, tidak adanya sistem KPR inden, dan ketiga, perubahan peraturan perpajakan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang masih simpang siur, serta penetapan batasan barang sangat mewah senilai Rp5 miliar.

Berapa besar Industri Properti Melambat ??

Namun, baru-baru ini ada tiga kebijakan pemerintah yang berpotensi menyumbang penguatan terhadap pertumbuhan industri property adalah pelonggaran loan to value (LTV), program sejuta rumah, dan rencana pembukaan askes kepemilikan properti oleh asing. Penguatan itu diperkirakan akan terjadi pada semester kedua tahun 2015 nanti. Menurut Real Estate Indonesia, pelonggaran LTV berpengaruh pada ketetapan uang muka rumah tapak dan rumah susun dengan luas di atas 70 m2 untuk kepemilikan pertama yang awalnya minimal sebesar 30% turun menjadi 20%. Hal yang sama berlaku untuk pembelian kedua, ketiga dan seterusnya.

Sementara itu rumah dengan luas di bawah 70 m2, uang muka yang ditetapkan hanya 10%. Faktor uang muka ini dipercaya akan mendorong pertimbangan konsumen kelas menengah yang jumlahnya paling banyak untuk membeli properti.

Diperkirakan, sebesar 60-70% konsumen property menggunakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang menggunakan sistem downpayment. Inilah salah satu oenyeban Industri Properti Melambat. Sehingga kebijakan LTV tersebut akan efektif mendorong daya beli masyarakat. Sementara itu, Program Sejuta Rumah yang menyatukan stakeholder pengembang BUMN maupun swasta turut membuat pasar properti bergairah. Misalnya saja, anggota asosiasi REI diperkirakan 70% dari total 3.000 anggota akan ikut mensukseskan program sejuta rumah dengan membangun hunian bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Selanjutnya adalah akses kepemilikan properti oleh asing dipercaya semakin memperluas segmen pasar kelas atas, sekaligus mendorong pemasukan negara dari sektor pajak.

Facebook Comments
309 queries in 0.615 seconds.