Kepemilikan Atas Tanah dan Properti Oleh WNA

Hingga saat ini polemik kepemilikan tanah dan properti untuk Warga Negara Asing (WNA) belum kunjung usai, karena antar instansi yang terkait masih mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut tanpa merugikan kepentingan negara dan bangsa Indonesia. Pada prinsipnya, hukum properti di Indonesia di atur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, di mana dalam UU Agraria tersebut diatur beberapa hak atas tanah, yaitu :

  1. Hak Milik yang merupakan hak terkuat atas tanah dan jangka waktunya tidak terbatas. Tanah dengan status kepemilikan ini dapat digunakan sebagai tempat tinggal atau untuk kepentingan komersial.
  2. Hak Guna Bangunan, adalah hak untuk membangun dan memiliki bangunan yang dibangun di atas tanah. Hak ini diberikan untuk jangka waktu maksimum 30 tahun dan dapat diperpanjang kembali untuk jangka waktu 20 tahun.
  3. Hak Guna Usaha, merupakan hak atas tanah yang akan digunakan untuk kawasan perkebunan, perikanan, atau peternakan.
  4. Hak Pakai, adalah hak untuk mengolah atau menggunakan tanah yang dimiliki oleh negara atau pihak lain.
  5. Hak Sewa.

Namun, seiring dengan perkembangan ekonomi dan investasi di Indonesia, mau tidak mau akan semakin banyak investor asing yang masuk ke Indonesia. Semakin meningkatkan jumlah investor asing yang masuk ke Indonesia secara otomatis akan meningkatkan jumlah Warga Negara Asing yang masuk dan bekerja di Indonesia. Meningkatnya jumlah Warga Negara Asing tentu akan mempengaruhi semakin tingginya angka kebutuhan akan properti, terutama hunian untuk WNA. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah menetapkan berbagai peraturan tambahan terkait pengaturan izin kepemilikan tanah dan properti bagi WNA.

Kepemilikan atas tanah dan properti oleh WNA

Namun, pemberian izin atas kepemilikan tanah dan properti oleh WNA tetap mengacu kepada asas manfaat yang diberikan WNA atau kontribusinya bagi pembangunan nasional Indonesia. Selain itu, sebelum mengajukan hak atas kepemilikan tanah dan properti di Indonesia, WNA tersebut harus memenuhi persyaratan keimigrasian, yaitu :

  • Mempunyai izin tinggal tetap.
  • Mempunyai izin kunjungan, izin ini diberikan kepada orang asing yang berkunjung ke wilayah Indonesia untuk waktu singkat, dalam rangka tugas pemerintahan, pariwisata, atau kegiatan sosial budaya.
  • Mempunyai izin tinggal terbatas.

Untuk warga negara asing yang telah memiliki izin tinggal resmi, maka diperbolehkan memiliki tanah dan properti di Indonesia, namun sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), hanya ada 2 hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh WNA yang bertempat tinggal di Indonesia, yaitu :

  1. Hak Pakai. Hak pakai menurut UUPA merupakan hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang memiliki wewenang untuk memberikan hak pakai, yang kemudian di atur melalui surat perjanjian. Adapun pihak-pihak yang bisa mendapatkan hak pakai ini adalah Warga Negara Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Sedangkan untuk kepemilikan properti atau rumah hunian untuk Warga Negara Asing didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 Pasal 1 dan 2 yang menyebutkan bahwa orang asing yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki sebuah rumah untuk tempat tinggal atau hunian di atas sebidang tanah Hak Pakai atas tanah negara yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah yang dibuat dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
  2. Hak Sewa Untuk Bangunan. Dalam UUPA Pasal 44 disebutkan bahwa seseorang atau suatu badan hukum memiliki hak sewa atas tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan melakukan pembayaran sejumlah uang sewa kepada pemiliknya. Hak Sewa Untuk Bangunan (HSUB) hanya dapat terjadi di atas tanah hak milik, di mana untuk mendapatkan hak memiliki bangunan di atas tanah hak milik maka harus dibayarkan sejumlah uang sewa. Pembayaran uang sewa ini di atur dalam Pasal 44 ayat 2 dengan ketentuan dapat dilakukan satu kali pada tiap waktu tertentu, sebelum maupun sesudah tanah tersebut digunakan. Perjanjian sewa tanah ini tidak boleh disertai dengan syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan, baik dari pihak penyewa maupun pihak yang menyewakan. Adapun menurut Pasal 45, pihak-pihak yang dapat menggunakan hak sewa adalah Warga Negara Indonesia, Orang asing yang berkedudukan di Indonesia, Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, dan Badan Hukum Asing yang memiliki perwakilan di Indonesia.

Meskipun di kemudian hari banyak pihak yang menginginkan adanya perubahan dalam kepemilikan atas tanah dan properti oleh Warga Negara Asing diperluas dengan beragam alasan, namun diharapkan perubahan ini tetap mengedepankan kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia sekaligus tetap mengakomodir kebutuhan WNA akan tanah dan hunian selama bertempat tinggal atau menetap di Indonesia.

(Dirangkum dari berbagai sumber).

Facebook Comments
307 queries in 0.605 seconds.