Atasi Sengketa Properti dengan BPSK

Setiap tahun kasus sengketa properti terus meningkat, bahkan berdasarkan laporan Lembaga Advokasi Konsumen Properti Indonesia, pada triwulan I tahun 2012, sebanyak 200 kasus sengketa properti di seluruh Indonesia. Kebanyakan dari kasus sengketa properti tersebut adalah permasalahan sengketa pertanahan, serah terima unit perumahan yang terlambat dari jadwal yang telah disepakati, spesifikasi bangunan yang tidak sesuai dengan perjanjian, kelanjutan pembangunan perumahan yang tidak jelas, sertifikat yang tidak kunjung diserahkan meskipun sudah dilunasi, dan berbagai kasus lainnya, yang menunjukkan ternyata selama ini posisi konsumen properti sebagian besar sangat lemah.

Hal ini juga dibuktikan melalui data dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bahwa kasus sengketa properti termasuk pengaduan yang masuk pada urutan lima besar dari keseluruhan kasus yang masuk ke lembaga tersebut. Kenyataan ini menunjukkan betapa mudahnya masyarakat terbuai janji-janji manis developer atau pengembang yang hanya bertujuan ingin mendapatkan keuntungan belaka.  Tidak bisa dipungkiri bahwa persaingan di bidang properti terutama hunian atau perumahan semakin hari semakin sengit, dan tidak heran jika sebagian developer membuat promo atau diskon fantastis agar calon konsumen cepat tertarik. Padahal, promo tersebut jika ditelisik lebih lanjut belum tentu benar atau sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Bahkan untuk menyingkapi fenomena ini, seorang pakar pemasaran properti mengatakan bahwa langkah yang paling aman bagi end user adalah membeli properti yang sudah jadi. Tapi tidak semua masyarakat beruntung mendapatkan hunian yang sesuai dengan impian dan keinginan, karena ada sebagian masyarakat yang lebih suka merancang rumahnya sendiri sesuai dengan konsep dan kebutuhannya. Pihak developer sangat jeli dalam menangkap peluang ini, sehingga penjualan unit rumah dengan sistem ini kerap menjadi pilihan masyarakat untuk mendapatkan rumah idamannya. Meskipun untuk itu calon konsumen harus rela menunggu dalam waktu yang cukup lama, dan dalam rentang waktu inilah kerap terjadi sengketa antara konsumen dengan pihak developer.

Tips mengatasi sengketa properti

Untuk membantu mengatasi beragam permasalahan dalam sengketa properti inilah hadir berbagai lembaga perlindungan dan penyelesaikan kasus sengketa yang diantaranya adalah BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) yang telah tersebar di berbagai daerah, baik kota besar maupun kecil di Indonesia. Dalam mekanisme kerjanya, biasanya pihak BPSK menindaklanjuti pengaduan masyarakat (dalam hal ini konsumen) dengan melayangkan surat klarifikasi kepada pihak yang dilaporkan, dalam hal ini developer.

Selanjutnya, bila pihak developer memberikan jawaban dan sudah memuaskan konsumen atau ada itikad baik dari pihak developer untuk membangun komunikasi dengan konsumennya, dan konsumen sudah merasa puas dengan hal tersebut, maka persoalan ini dianggap selesai. Tapi, bila tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka pihak BPSK akan menyelenggarakan mediasi dengan memanggil kedua belah pihak untuk menyelesaikan permasalahannya secara musyawarah untuk mufakat.

Selain mediasi, pihak BPSK juga menyediakan jalur arbitrase, di mana para pihak menyerahkan permasalahan sepenuhnya kepada BPSK. Pihak BPSK lah yang kemudian memutus perkara besarnya ganti rugi atau putusan apapun, yang dilakukan sepenuhnya oleh majelis yang dibentuk BPSK. Majelis terdiri dari tiga orang, yaitu dari unsur pemerintah, pengusaha, dan konsumen. Dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen, anggota BPSK minimal beranggotakan 9 orang dan maksimal 15 orang yang di pilih setiap 5 tahun sekali. Anggota tersebut terdiri dari unsur pemerintah, pengusaha, dan konsumen masing-masing dalam jumlah yang sama.

Meskipun demikian, baik secara mediasi maupun arbitrase, BPSK tidak mempunyai kekuatan untuk memaksa para pihak agar menghadiri mediasi atau sidang dalam kasus tersebut. Bisa saja meskipun telah disurati berulang kali para pihak, terutama pihak yang digugat tidak hadir. Untuk mengantisipasi hal tersebut, biasanya pihak BPSK mengandeng institusi kepolisian dengan membuat surat tembusan ke kepolisian setempat, dan biasanya cara ini cukup ampuh untuk memaksa para pihak menghadiri mediasi atau sidang secara bersama.

Upaya kerjasama dengan berbagai pihak, terutama pihak Kepolisian dan Departemen Perdagangan, sudah seharusnya menjadi satu bentuk hukum yang terpadu jika ingin meminimalisasi beragam perilaku curang atau menyimpang yang kerap dilakukan pihak produsen kepada konsumen. Bagaimanapun sudah menjadi tugas pemerintah melalui badan-badan yang dibentuknya untuk melakukan perlindungan secara menyeluruh kepada konsumen, agar konsumen tidak selalu diposisikan pada pihak yang lemah. Jadilah konsumen cerdas dengan cermat dan teliti sebelum membeli, serta tahu kemana harus melapor jika merasa dirugikan.

(Dirangkum dari berbagai sumber).

Facebook Comments
308 queries in 0.603 seconds.